Betawi,Jakarta - Merujuk ke belakang, kata Marwan, sebenarnya klaim sepihak enam garis putus-putus telah dibatalkan putusan arbitrase internasional saat Indonesia menggugat masuknya kapal China ke wilayah LNU pada 2016.
Itu sebabnya, saat kapal nelayan dan Coast guard China memasuki LNU pada 19-24 Desember 2019 lalu, Indonesia menyatakan tidak akan pernah mengakui klaim “sembilan garis putus-putus” dan tidak ada negosiasi dengan China. Bahkan Presiden Jokowi menegaskan tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan pada 2 Januari 2021.
“Namun, pada insiden terakhir, Agustus-Oktober 2021, masuknya kapal survei bersama 4 kapal perang China ke wilayah LNU, Pemerintah RI gagal bersikap terhormat dan berdaulat,” kata dia.
Baca Juga: IRESS Minta Pemerintah Tegakkan Kedaulatan NKRI di Laut Natuna (1)
Menurutnya, reaksi maksimal hanya muncul dari Marves">Menko Marves Luhut B. Panjaitan (LBP). Kata LBP (saat berkunjung ke Catholic University, AS): “Semua dokumen, semua hukum internasional telah tersedia – kami hanya menghormatinya. Kami berdiskusi dengan mitra kontak kami di China, kami setuju untuk tidak setuju di beberapa area, tetapi saya pikir kami mampu mengelola sejauh ini. Kami tidak merasa memiliki masalah dengan China” pada 11 Oktober 2021.
Artikel Terkait
Kasus Dugaan Korupsi Stagnan, Begini Desakan HMI ke Pemerintah
Anjing Pelacak diterjunkan mencari Korban Erupsi Semeru
Bulog Raih Dua Penghargaan sekaligus di Jambore PR Indonesia
Pelabuhan Muara Baru dulu dan sekarang, suasana asri sampai banjir rob
IRESS Minta Pemerintah Tegakkan Kedaulatan NKRI di Laut Natuna (2)